Selamat jalan, Selamat tinggal Mbah!

Entah kapan puisi untuk mendiang kakek ini saya buat setelah beliau tiada. Menurut notes FB kakak saya tulisan ini saya tulis beberapa jam setelah kakek meninggal. Beliau wafat pada hari Rabu tanggal 21 November 2007, menjelang saya Ujian AKhir Nasional SMA. Tulisan ini hanya ingin mendokumentasikan saja apa yang pernah saya buat ketika dulu pernah belajar di Sanggar Sastra Al-Amien (SSA). Dan sekarang sudah lama tidak pernah aktif lagi bersastra. Untunglah tulisan ini disimpan baik-baik oleh kakak perempuan saya :D

Mbah Fakih......sekarang tugasmu telah usai. Masa baktimu akan selalu tertancap pada hati kekasihmu, anak-anakmu, cucu-cucumu bahkan pada cicitmu, walaupun kau masih diberi satu dan sesingkat itu. Terakhir sebelum datang penjemputmu, kau sempatkan tawa pada cicitmu. Tapi, dengan segala apa yang telah kau tanam dan kau siramkan pada hati mereka, dengan cinta, mereka akan selalu bangga pada bayangmu yang masih tertinggal di kamar sempit itu, di kamar mungil itu. Sebuah kamar yang kau lambangkan kesetiaan pada istrimu, pada kekasihmu yang selalu sabar dan tabah menemanimu hingga ujung waktu.

Mbah Fakih....... Aku yakin, kami yakin, sekarang tempatmu tak lagi sempit, tak lagi menjepit, tak lagi melilit, tak lagi menghimpit. Aroma wangi tebarkan kesejukan dan kesegaran cahaya hatimu. Amal perbuatanmu bersinar menerangi tiap sudut ruangan baru, ketika datang dua makhluk Tuhanmu, mereka tunjukkan wajah ramah dan sapaan salam untukmu mbah..


Mbah Fakih.......Aku bangga jadi cucumu. Karena yang aku tahu kau tak pernah lelah berdakwah. Pakaianmu yang sederhana cukup melukiskan kewibawaan dan kegagahan yang tersembunyi pada dirimu di atas mimbar Jum'at lalu kau sampaikan bahwa silaturahim menjadikan umur lebih panjang, rizki barokah, serta memperbanyak saudara.

Mbah Fakih......Semoga saja kau masih ingat ketika cucu-cucumu berkumpul mengerumuni, hanya ingin berebut duduk dipangku karena mereka sayang padamu mbah. Aku, Deni, Faris, Mukhlis, Rosi, Amir, Mubin.. tapi sekarang mereka sudah besar, sudah tahu, dan sudah malu untuk sekedar berebut pangku. Setelah berganti generasi, berebut pangku masih menjadi sebuah tradisi yang hangat di saat senggangnya waktumu. Masykur, Fahrul, Alfan, Fasih, Chozin, Bara, Farhan, Fia, Ocha bahkan masih banyak lagi cucu-cucumu yang mengantri dipangku.

Mbah Fakih....... Mungkin kau juga ingat, tiap pagi sekali, saat matahari mulai terbangun, tak lupa kau siapkan semua barang-barang di bedak lusuh itu untuk istrimu jualan. Tiap menjelang sore kau juga masih tak pernah bosan merapikan bedakmu, saatnya kekasihmu istirahat. Semua kegiatan rumah kau kerjakan sendiri; masak, nyuci, membuat beberapa cangkir wedang, sementara istrimu khusyu' berdzikir di bedak dan menunggu para pembeli mampir.

Mbah Fakih.......Dulu waktu kau melagukan adzan di langgar depan rumahmu, suara merdumu yang agak gemetar tersembunyi di balik rentamu tak terkalahkan demi memanggil berduyun-duyun langkah para jamaah datang. Di luar sana masih banyak yang tunduk hormat padamu, walaupun sekarang hanya terpampang sebaris nama pada sebuah batu nisan. Mereka akan terus mengalirkan jutaan do'a untukmu di sana, tempat dimana kau rebahkan raga untuk sementara.

Mbah Fakih.......Aku berdo'a dan kami semua berharap semoga kita dapat berkumpul lagi seperti dulu, mengisi kosongnya waktu dengan canda tawa, lelucon-lelucon kecil sampai guyonan-guyonan ringan yang kau suguhkan. Berkumpul dengan keceriaan, berkumpul dengan kebahagiaan.

Mbah Fakih........Aku di sini hanya bisa memandang kenangan-kenangan yang membayang di setiap sudut ruangan rumahmu. Aku di sini hanya bisa tersedu sekuat tenaga membendung air mata di pojok ruang tamu, di balik selambu biru. Kami di sini terlalu sayang padamu mbah, kami sangat sulit melepaskan kepergianmu menghadap sang Maha Penyayang. Tapi semua bukan kemampuan kami untuk menahanmu pergi. Yang kami mampu hanya tabah, tawakal dan akan selalu ingat bahwa innalillahi dan yakin inna ilaihi roji'un..

Selamat jalan mbah Fakih............Selamat tinggal...........

Cucumu: Ahmad Thohir Muzakki

Video pemakaman
Dokumentasi oleh ATV (Agropolitan Televisi) Kota Batu